Sabtu, 30 Januari 2016

Kandungan Nilai Religus yang Tersirat pada Film KMGP

         Belakangan ini film religius mulai marak menghiasi layar lebar. Seperti Hafalan Salat Delisa (2011), 99 Cahaya Dilangit Eropa (2013), Assalamualaikum Beijing (2014), dan Surga yang Tak Dirindukan (2015).
                Kini pada tahun 2016, Indonesia kembali menayangkan salah satu film religius yang sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Film ini diadaptasi dari sebuah cerpen karangan Helvy Tiana Rosa. Film KMGP bisa dijadikan sebagai media dakwah yang mudah dicerna oleh masyarakat. Mengingat kini banyak film-film bahkan budaya yang sudah mengikuti gaya-gaya Eropa.
                Film KMGP bercerita tentang tokoh Mas Gagah yang berusaha berjuang untuk berubah dari lingkungan yang serba modern. Sejak ayahnya meninggal, Mas Gagah menjadi panutan di keluarganya, serta melindungi adiknya, Gita. Dia bekerja sebagai model dan pekerja lepas untuk membantu mamanya.
                Suatu hari, Mas Gagah pergi ke Ternate untuk penelitian skripsinya. Di Ternate dia bertemu dengan Kiai Gufron, yang mengubah kehidupannya. Sejak kepulangannya dari Ternate, Mas Gagah berubah menjadi sosok yang tenang, religius dan rajin beribadah. Akan tetapi, perubahan Mas Gagah ini tidak disukai oleh Gita. Gita merasa kakaknya semakin jauh, tidak seasik sebelumnya. Bahkan saat itu juga, Mas Gagah berhenti menjadi seorang model.
                Berbagai cara telah dilakukan oleh Mas Gagah untuk memberi pengertian kepada Gita. Namun Gita tetap menolaknya. Dia tetap bersikekeh untuk menghasut kakaknya supaya menjadi Mas Gagahnya yang dulu, yang bisa diajak nongkrong dan kembali menjadi model. Bahkan konflik antara Mas Gagah dan Gita sampai melibatkan mamanya yang juga tidak menginginkan kedua anaknya berantem.
                Usaha  Mas Gagah untuk hijrah ternyata tidak mudah. Namun tidak berapa lama, dia membuktikannya dengan mengabdikan diri kepada masyarakat. Bersama teman-teman masjidnya, Mas Gagah membantu pensiunan preman untuk membangun “Rumah Cinta” di kampung nelayan. Hal ini juga yang membuat hati mamanya terketuk untuk hijrah.
                Akhirnya Gita sudah tidak tahan lagi atas perubahan Mas Gagah. Dia sudah tidak diantar jemput lagi dan memilih naik metromini untuk sampai di sekolah. Di metromini itulah Gita bertemu dengan Yudi, sosok yang mirip dengan Mas Gagah. Di dalam metromini, Yudi terus berorasi untuk mengajak orang-orang berhijrah. Awalnya Gita protes, dia mengira Yudi adalah orang suruhan Mas Gagah untuk menghasutnya. Namun seiring berjalannya waktu, tanpa disengaja, hampir setiap Gita naik metromini dia terus bertemu dengan Yudi. Gita mulai bersimpati, apalagi setelah Yudi berhasil menolong Gita dari seorang pencopet yang ingin mengambil hanphonenya. Sejak saat itu, Gita terkesan atas kebaikan Yudi dan mulai mencari tahu tentang islam.
                Sejak peristiwa itu, Gita bingung dengan apa yang menimpa dirinya. Apalagi sejak Tika, sahabat dekatnya memakai jilbab setelah mendengarkan saran dari Mba Nadia. Gita sempat diajak oleh Tika untuk bertemu dengan Mba Nadia, namun Gita menolaknya. Sepulang sekolah, Gita menemui mamanya sedang memegang jilbab, hidayah itu telah datang pada mamanya. Pada adegan ini, menjadi adegan terakhir pada film KMGP dengan ujung cerita bersambung.
                Nilai religius yang terdapat pada film ini yaitu ketika Gita memanggil Mas Gagah dari luar kamarnya, namun Mas Gagah tidak mejawab. Pada pintu kamarnya terdapat sebuah stiker yang bertuliskan kira-kira seperti ini “ucapkan salam sebelum masuk.” Lalu Gita mengucapkan “Assalamualaikum.” Kemudian Mas Gagah membuka pintu dan menjawabnya dengan “Waalaikumsalam, Dek Manis.”
                Nilai adegan berikutnya ketika Yudi berdakwah di metromini, dimana di dalam metromini itu juga ada Gita. Dia menyampaikan bahwa “sampaikan ilmu walau hanya satu ayat.” Atau ketika Mas Gagah mengajak Gita untuk datang pada sebuah pernikahan bernuansa islami. Dimana tamu undangan wanita semuanya memakai jilbab, kecuali Gita. Juga pelaminan pengantin pria dan wanita dipisah dengan kain untuk memisahkan tamu pria dan wanita juga.
                Dari beberapa nilai religius yang dipaparkan pada film KMGP ini, membuktikkan bahwa film Indonesia kental nuansa islaminya. Dengan begitu, penonton dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari film KMGP ini.
                Masyarakatpun menunggu KMGP 2, segera~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar