Suara gema takbir terdengar dari
berbagai penjuru kampung. Bukan hanya di kampung, mungkin seluruh Indonesia.
Ah… Akhirnya kita telah mencapai kemenangan. Pagi tadi, masjid di kampung di
penuhi oleh orang-orang pencari ridho-Nya. Ramai sekali. Tak seperti pada malam
saat puasa.
“Kak, Minal Aidzin ya.” Sebuah pesan
BBM mampir di layar androidku.
Ah rupanya Nadia. Adik kelasku di
kampus. Kubalas pesan singkat itu sambil tersenyum. Mungkin sedikit getir.
Getir? Aih bukan! Hampir menangis! Namun aku tahan.
Sebulan sudah kita menjalankan rukun
islam ke empat itu. Subhanallah… Waktu berlalu begitu cepatnya. Tak terasa kini
ramadhan telah pergi. Hmm… Apakah mungkin masih bisa bertemu ramadhan di tahun
depan? Semoga.
Tak terasa juga kejadian itu hampir
menginjak dua bulan. Seseorang dengan bola mata tajam itu kini entah di mana.
Adli, lelaki yang sempat membuatku merasakan (kembali) apa yang namanya
‘cinta.’ Cinta? Ah,,, aku pun sebenarnya tak tahu apa itu cinta. Entah. Yang
kuketahui ketika bola mata kami bertemu, darah disekujur tubuh terasa mengalir
seribu kali lipat lebih cepat.
Sejak kejadian tahun lalu, tepat
ketika suara takbir berkumandang di langit, taburan bedug serta iringan petasan
menyeruak di angkasa seseorang itu pergi. Entah. Aku sudah tak ingin
membahasnya lagi.
Kini, fokusku hanya memperbaiki dan
memantaskan diri. Kejadian itu, membuatku tersadar bahwa cinta yang menurut-Nya
belum halal tak pantas diperjuangkan. Sebelum ijab kabul, tentunya. Ya, aku
terlalu terlena dan membanggakannya, seseorang dari masa lalu itu. Mungkin
Allah murka atau entah apa padaku.
Ah bukannya sok agamais. Bukan!
Sikapku pun terkadang masih sering ‘konslet.’ Wara wiri ke sana ke mari bersama
teman laki-laki, suka kepoin orang dan mungkin pernah menaruh harapan pada
seseorang.
Sebelum Adli pun, ada seseorang yang
sempat mencuri hatiku, sedikit. Namun ketika kuceritakan pada Nadia, lagi, dia
protes.
“Kak, katanya kakak sedang
memantaskan diri. Katanya kakak lagi bikin buku motivasi islami. Katanya kakak mau
fokus ngerjar cita-cita kakak yang sempat tertunda. Katanya kakak sudah tobat
nggak mau pacaran lagi. Kok kenapa sekarang kakak berpikiran ke sana lagi?
Jangan tobat sambel ah!” Nadia mencecerku dengan berbagai pertanyaan dan
pernyataan.
“Aku khilaf!” Hahaha tawaku getir
ketika Nadia kembali mengingatkan.
Memang bukan manusia sempurna dan
bukan juga sok alim seperti Nadia yang memang agamanya kuakui lebih kuat
daripadaku. Hanya ingin tetap istiqamah di jalan-Nya. Udah gitu saja.
Seenggaknya bisa ngurangin satu dosa, pacaran tentunya! Hehe. Meski tak
kupingkiri kadang suka ‘rindu’ akan saat-saat dulu masih suka pacaran. Tapi
entah semua itu terkalahkan dan musnah ketika teringat perkataan Nadia.
Sejak
seseorang dari masa lalu itu pergi, laki-laki pun datang silih berganti ke
kehidupanku. Namun lagi, ku tolak mereka dengan halus. Ku katakan sejujurnya.
Entahlah mereka mau berpikir apa kepadaku. Toh tak lama setelah itu mereka
dapat memacari wanita lain. Hahaha.
“Ramadhan telah pergi, Kak. Apakah
kakak akan tetap istiqamah di awal Syawal ini?” Tanya Nadia melalui BBM.
“Semoga. Kau tetap ingatkanku ketika
khilaf, ya. Maklum kakak mu ini kan imannya belum kuat-kuat amat.” Balasku
sambil tertawa.
Syukur
telah kupanjatkan atas
kehadirat-Nya. Andai Dia tak memutuskan hubunganku dengan ia, mungkin
dosaku
semakin banyak. Pun begitu ketika tekatku untuk memantaskan diri semakin
kuat. Berbagai buku bahkan Al-Qur'an dan Hadist telah kubaca untuk
memperbaiki diri ini. Ya, karena ku yakin Allah akan mengirimkan
hamba-Nya yang terbaik disetiap kita memperbaiki diri.
Ah… terlalu serius! Hahaha.
Hmm… Masih ada hati yang kosong
disetiap kita memperbaiki dan memantaskan diri. Rasa pun mampu diredam dan
diarahkan ketika niat kita baik. Tak usah cemas jika ia yang pernah datang ke
kehidupanmu, kemudian kau tolak, lalu ia bersama wanita lain. Berarti,
perjuangannya hanya sampai disitu! Hahaha. Yeah,
pada dasarnya wanita akan memilih ia yang memperjuangkannya sampai halal, tentu
tanpa melanggar larangan-Nya.
|
Cilegon,
1 Syawal 1436 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar